Penguatan Ecological Citizenship pada Generasi Z melalui Eco Enzyme di Bhakti Luhur-Batu. Hal tersebut sebagai Upaya Pengolahan Limbah Dapur untuk Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan.
Kehidupan manusia tidak terlepas dari limbah. Limbah dapat berbentuk organik maupun anorganik. Berdasarkan laporan bank dunia yang bertajuk The Atlas of Sustainable Development Goals 2023 Indonesia termasuk ke dalam lima besar negara penyumbang sampah terbanyak di dunia. Pada tahun 2020 tercatat bahwa Indonesia memproduksi 65,2 juta ton sampah (Lutfiana, 2019). Hal ini tentunya menimbulkan dampak di dalam kehidupan manusia dan alam sekitar. Untuk itu, perlunya kecerdasan terkait ecological citizenship (Mutiani et al., 2021). https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-pendidikan-kewarganegaraa/article/view/49140
Konsep mengenai Ecological Citizenship
Konsep mengenai ecological citizenship atau kewarganegaraan ekologis telah ada pada tahun 1990-an dalam dokumen kebijakan, akademisi dan kampanye kelembagaan. Pada prinsipnya, ecological citizenship berkaitan dengan kontrol internal yang kuat dalam diri setiap warga negara. Selain memiliki nilai-nilai ekologis, setiap warga negara juga mampu menerjemahkan nilai-nilai tersebut. Hal ini terwujud dalam tindakan peduli lingkungan baik di ranah publik maupun dalam kehidupan pribadinya di rumah. Individu yang sejalan dengan ecological citizenship akan menunjukkan perilaku yang ramah lingkungan. Pendekatan terkait ecological citizenship sejatinya perlu mendapat dukungan dengan sikap tanggungjawab moral dan etika yang dihasilkan dari lingkungan setiap individu. Selain itu, perlu adanya internalisasi nilai-nilai dan aturan ekologis dan pendekatan yang lebih bertumpu pada kontrol diri dan kontrol informal daripada kontrol normatif (Silfiana & Samsuri, 2019).
Ecological Citizenship melalui Eco Enzyme
Ecological citizenship merupakan pemikiran ataupun ide yang erat kaitannya dengan tata cara etika dan juga moral warga negara terhadap lingkungannya secara bertanggungjawab, bersikap bijaksana dalam menjaga, mengelola dan melestarikan lingkungan. Penguatan ecological citizenship sesungguhnya sangat perlu demi mendukung terwujudnya suatu ketahanan lingkungan daerah setempat. Salah satu upaya untuk mendukung hal tersebut ialah melalui eco enzyme. Eco enzyme pertama kali dikembangkan oleh Dr. Rosukon Poompanvong, pendiri dari Asosiasi Pertanian Organik Thailad yang telah melakukan penelitiannya sekitar tahun 1980-an dan selanjutnya diperkenalkan secara lebih luas oleh seorang peneliti Naturopathy dari Penang, Malaysia yang bernama Dr. Joean Oon. Eco enzyme merupakan hasil dari fermentasi limbah organik dapur menjadi bahan yang mempunyai banyak manfaat untuk alam dan manusia. Manfaat eco enzyme untuk pertanian adalah sebagai filter udara, herbisida dan pestisida alami, filter air, pupuk alami untuk tanaman serta dapat menurunkan efek rumah kaca (Pranata et al., 2021).
Eco enzyme sebagai bagian dari penguatan ecological citizenship mendukung Produksi dan Konsumsi Bertanggungjawab sebagai salah satu dari 17 tujuan Global
Eco enzyme adalah bagian dari penguatan ecological citizenship mendukung Produksi dan Konsumsi Bertanggungjawab. Hal ni sebagai salah satu dari 17 tujuan Global yang tersusun dalam Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030. Dalam upaya untuk meraih pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan berarti setiap warga negara harus menyadari betapa pentingnya pengurangan jejak ekologi. Caranya dengan mengubah cara kita dalam memproduksi dan mengkonsumsi makanan dan sumber daya lainnya. Hal tersebut dapat kita mulai dari dapur kita sendiri yakni mengelolah limbah dapur untuk menjadi sesuatu yang berdampak positif bagi manusia dan lingkungannya.Β
Undang-Undang Lingkungan Hidup (UULH)
Gerakan eco enzyme Bhakti Luhur Batu tentunya dapat memberikan kesadaran kepada masyarakat untuk ikut serta, bertanggungjawab dan bersikap bijaksana dalam menjaga, mengelola dan melestarikan lingkungan. Hal ini tentu berkaitan erat dengan nilai-nilai yang tertuang dalam Pancasila khususnya sila kedua yakni Kemanusiaan yang adil dan beradab. Lebih lanjut dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009, pasal 65 Undang-Undang Lingkungan Hidup (UULH) mengenai hak-hak atas lingkungan hidup yakni:
- Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
- Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup
- Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
- Setiap orang berhak mengajukan usul kegiatan apa yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup
- Setiap orang berhak melakukan penagduan akibat dugaan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.
Selain hak, di dalam pasal 67 UULH Nomor 32 tahun 2009 mengatur bahwa:
- Setiap orang wajib untuk memelihara kelestarian lingkungan hidup.
- Setiap orang wajib mengendalikan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup.
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa eco enyzme merupakan bagian dari penguatan ecological citizenhsip yang berdaya guna bagi pembangunan Indonesia berkelanjutan. Eco enyzme juga sebagai bagian dari konsumsi dan produksi yang bertanggungjawab dengan mengelolah limbah dapur menjadi sesuatu yang berdaya guna bagi kehidupan manusia, tumbuhan, hewan dan keberlangsungan daya oksigen di dunia. Untuk itu, generasi Z sebagai bagian dari komponen pembangunan Indonesia berkelanjutan perlu untuk mengetahui dan melestarikan konsumsi dan produksi sebagai bagian dari pembangunan Indonesia berkelanjutan.
https://almaputeri22.net/2024/01/08/refleksi-perjalanan-misi/
@adminalma22